Status Awas, Warga Semeru Tenang-tenang Saja
Surbaaya Post – Peningkatan status Gunung Semeru dan Gunung Bromo dari ‘normal’ menjadi ‘waspada’, tidak mempengaruhi aktivitas warga sekitar. Hingga Sabtu, 30 Oktober pagi tadi, pendaki gunung dan wisatawan masih diperbolehkan menikmati panorama dua gunung di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS) itu.
“Tidak ada apa-apa, warga Tengger masih tenang-tenang saja. Wisatawan ke Gunung Bromo juga banyak,” ujar Supoyo, Kepala Desa Ngadisari, Sukapura, Probolinggo, Sabtu pagi, 30 Oktober 2010.
Menurutnya, jika aktivitas Bromo membahayakan, pihak TN BTS tentu sudah melarang wisatawan mendekati gunung setinggi 2.392 meter di atas permukaan laut itu.
“Menjelang subuh tadi, sebanyak 50 jip wisata juga masih mengantarkan ratusan wisatawan ke kaki tangga Gunung Bromo dan Pananjakan,” ujar Supoyo.
Selain itu, warga Tengger di Ngadisari, Jetak, dan Wonotoro, sejak seminggu lalu juga merayakan Hari Raya Karo.
“Selain menggelar ritual Tari Sodoran, sekarang ini warga Tengger sedang merayakan hari raya dengan beranjangsana dari rumah ke rumah. Dan meletusnya Merapi tidak mencemaskan kami,” ujar Supoyo.
Semeru
Seperti halnya masyarakat Tengger, warga di lereng dan kaki Gunung Semeru juga tenang-tenang saja.
“Kami juga menyaksikan di televisi, baca koran, Merapi meletus dan sejumlah gunung dinyatakan waspada. Tetapi tidak ada kepanikan masyarakat di lereng Gunung Semeru,” ujar Bambang Edi Santoso, warga Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Sabtu pagi tadi.
Guru Madrasah Aliyah Negeri Lumajang itu setiap hari menempuh perjalanan Oro-oro Ombo-Lumajang. Sepanjang perjalanan melingkari lereng selatan dan timur gunung tertinggi di Jawa itu, Bambang mengaku tidak melihat adanya kepanikan warga.
“Ada atau tidak adanya juru kunci Gunung Semeru (Mbah Dipo, Red), warga di lereng atas Gunung Semeru tetap tenang-tenang saja,” ujarnya. Seperti diketahui, Mbah Dipo yang menjadi panutan sebagian masyarakat meninggal dunia sekitar dua tahun silam. Hingga kini jabatan juru kunci Gunung Semeru itu kosong.
Bambang menambahkan, sebenarnya mereka yang terancam bahaya sewaktu-waktu adalah para penambang pasir di jalur lahar (Besuk) Gunung Semeru. Tanpa bisa diduga kapan datangnya, lahar dingin bisa menyapu para penambang yang sedang mengeruk pasir dan batu di Besuk Kobokan, Besuk Kembar, dan Besuk Bang.
Kepala Pos Pemantau Gunung Semeru di Gunung Sawur, Suparno, juga berpendapat warga tak perlu bersikap paranoid terkait peningkatan status Semeru menjadi ‘waspada’. Dikatakannya, sudah bertahun-tahun Semeru selalu berstatus ‘waspada’ dibandingkan normal.
Sejauh ini, para pendaki gunung hanya diminta waspada saat mendekati puncak Semeru, Mahameru. Mereka diimbau hanya mendaki sampai Pos Kalimati. “Semburan material panas dari kawah Semeru susah ditebak, karena itu pendaki harus hati-hati,” ujarnya.
Dari pos pemantauan, guguran lava terlihat dalam rentang waktu 15-20 menit. Itu terjadi akibat meningkatnya gempa tremor dari perut Semeru, sehingga mendorong magma naik kepermukaan puncak Jonggring Saloko.
Soal ancaman lahar dingin itu, Suparno mengatakan itu bisa terjadi saat hujan deras. “Kawah Semeru kan kering, kalau ada hujan deras ya mengakibatkan lahar dingin. Tetapi, jalur lahar atau besuk masih sanggup menampung luapan lahar dingin,” ujarnya.
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim memastikan bila Gunung Semeru di Jatim meletus, korban bisa diminimalisir. Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim Syahrul Arifin menyatakan warga lereng Gunung Bromo dan Gunung Semeru berbeda dengan warga sekitar Gunung Merapi.
Dirinya yakin bila dua gunung ini meletus, korban yang ditimbulkan tidak sebanyak letusan Gunung Merapi. Menurutnya, warga sekitar lereng Gunung Semeru dan Gunung Bromo lebih mudah dikoordinir. (Laporan: Ikhsan Mahmudi, Zainul Arifin & Mohammad Zainuddin | kd)
• VIVAnews
Komentar Terbaru